Akademi Trainer .Presiden pertama Soekarno dikenal sangat piawai dalam berpidato. Kedahsyatan dari pidatonya diakui tidak hanya oleh masyarakat Indonesia, banyak pemimpin negeri lain juga mengagumi kemampuannya. Keahliannya ini tercatat dalam beberapa buku, salah satunya pada “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat” yang menyampaikan bahwa Bung Karno mampu membuat putri-putri keraton Solo berlarian mendengar pidatonya.
Tidak seorang pun merasa bosan apabila mendengar pidato dari Bung Karno. Sang singa mimbar ini memiliki beberapa cara untuk menyihir para audiens agar selalu memperhatikan setiap kata yang diucapkannya, salah satu diantaranya adalah penggunaan irama bahasa dan dampak suara. Terdapat sebuah penelitian oleh Albert Mehrabian yang menyebutkan bahwa intonasi suara berkontribusi sebesar 37% dari pesan yang ingin disampaikan, sedangkan isi pesan tersebut hanyalah 7% (sisanya sebesar 56% adalah bahasa tubuh). Jika ada ketidaksinkronan dari intonasi suara dan isi perkataaan Anda, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah komponen yang persentasenya lebih besar (dalam hal ini intonasi).
Dalam hal intonasi suara, Soekarno terkadang menyampaikan pidatomya dengan berbisik dalam ketenangan yang membeku sehingga membuat hadirin berdebar, terkadang berteriak untuk memberi tanda bahaya ataupun semangat pada sebuah ajakan, dan cara lain dalam mengungkap segala gemuruh rasa. Penyelarasan intonasi suara dengan pesan menjadikan pendengar akan menangkap secara utuh sebuah gagasan sehingga tidak menimbulkan kesalahan pemahaman. Selain itu, penggunaan intonasi monoton dalam pidato sangat berpotensi untuk menjadikan audiens bosan. Ketika Anda berbicara dengan nada yang datar dari awal hingga akhir, memungkinkan pada pertengahan presentasi, para pendengar sudah memiliki kesibukan masing-masing.